Satu piring, satu rasa selalu menyentuh hati: Bagaimana Nanyangdashifu membuka hati konsumen Indonesia dengan "rasa klasik"?

Dalam alam semesta kuliner, ada beberapa rasa yang bisa langsung menembus waktu dan ruang, menyentuh kedalaman hati. Bagi banyak konsumen Indonesia, Nanyangdashifu membawa "rasa kuno" yang penuh kehangatan dan emosi. Mengapa kue sederhana ini bisa menciptakan resonansi emosional yang begitu besar dan berhasil meraih hati konsumen di Nusantara? Jawabannya tersembunyi dalam kata "emosi".
Rasa kuno: Bahasa emosional yang universal
"Rasa kuno" umumnya mengacu pada rasa tradisional, nostalgia, yang bisa mengingatkan orang pada masa lalu. Ini biasanya terkait dengan proses manual, tanpa tambahan berlebihan, dan bahan-bahan yang alami. Nanyangdashifu secara tepat menangkap permintaan emosional ini. Di era makanan industrialisasi dan standar yang mendominasi saat ini, orang justru semakin merindukan rasa sederhana dan polos "rasa masa kecil".
Kue tradisional Nanyangdashifu, dengan aroma telur, susu, dan tepung yang murni, serta tekstur lembut dan lezat yang mudah hancur di mulut, berhasil memainkan peran sebagai "sarana emosional". Tanpa batas negara, ia mampu dengan mudah membangkitkan kenangan bersama tentang keluarga dan kehangatan dalam hati orang-orang dari berbagai latar belakang budaya. Bagi komunitas Tionghoa Indonesia, ia mungkin membangkitkan kerinduan akan kue tradisional dari tanah leluhur; bagi penduduk asli Indonesia, rasa lembut dan penyembuhnya juga dapat memberikan kesan hangat seperti memanggang kue bersama keluarga. Daya tembus emosional yang melintasi penghalang budaya ini adalah kekuatan lunak terkuat Nanyangdashifu.
Penglihatan dan penciuman: katalis untuk resonansi emosional
Kebangkitan emosi membutuhkan peran media sebagai katalis. Nanyangdashifu sangat memahami hal ini dan merancang toko-tokonya sebagai "pemicu emosi" yang kuat.
Bayangkan sebuah adegan: seorang pelanggan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, tiba-tiba tertarik oleh aroma roti yang hangat dan manis yang tak tertahankan. Ia mengikuti aroma itu dan melihat ruang kerja Nanyangdashifu dengan kompor yang bersinar, kue kuning keemasan perlahan mengembang di dalam oven, bagaikan karya seni yang sedang diukir dengan hati-hati. Stimulasi indera ganda ini, "aroma yang menarik + penglihatan yang memukau," sangat meningkatkan daya tarik produk.
Yang lebih penting, proses ini memberikan "kehidupan" pada produk. Pelanggan tidak lagi membeli produk jadi yang dingin dan sudah dikemas, melainkan sebuah pengalaman "dari nol hingga ada", serta semangat yang "baru lahir". Rasa keterlibatan dan harapan ini sangat memperkaya pengalaman emosional dalam proses konsumsi, sehingga kue yang akhirnya diterima penuh dengan nilai emosional yang melampaui makanan itu sendiri.
Kegembiraan berbagi: Penguat emosi
Makanan adalah ikatan sosial alami. Kue Master South Sea biasanya keluar dari oven dalam bentuk kue besar bulat atau persegi yang utuh, bentuk ini sendiri mengandung makna "kesempurnaan", "persatuan", dan "berbagi". Ketika keluarga berkumpul bersama untuk membagi-bagi kue yang baru dibeli dan masih hangat; ketika hadir sebagai hidangan manis penutup dalam pertemuan teman-teman; atau ketika rekan kerja menikmatinya bersama sebagai camilan sore, tawa dan kegembiraan yang tercipta adalah cerminan puncak nilai emosional merek.
Di media sosial, berbagi foto dan video kue Master South Sea juga menjadi cara untuk mengekspresikan kualitas hidup dan berbagi momen bahagia. Melalui berbagi spontan konsumen, merek mencapai penyebaran dan penguatan emosional yang kedua.
Oleh karena itu, kesuksesan Master Nam Yang di Indonesia pada dasarnya adalah kemenangan dari "pemasaran emosional". Dengan menyajikan "rasa nostalgia" yang memiliki resonansi universal, dipadukan dengan pengalaman langsung yang sangat menarik, akhirnya kue sederhana ini terangkat menjadi simbol emosional yang membawa kehangatan, berbagi, dan kenangan, serta tertanam dalam benak konsumen Indonesia.
